Walimatussafar adalah tradisi syukuran yang dilakukan umat Muslim di Indonesia sebelum atau sesudah menunaikan ibadah haji dan umrah. Istilah ini berasal dari bahasa Arab, di mana walimah berarti perjamuan atau pesta, dan safar berarti perjalanan.
Jadi, walimatussafar adalah acara perjamuan untuk memohon kelancaran dan keselamatan perjalanan ibadah ke Tanah Suci, sekaligus sebagai momen berpamitan atau bersyukur atas penyelesaian ibadah.
Makna dan Tujuan Walimatussafar
Walimatussafar menjadi wujud rasa syukur atas kesempatan menunaikan ibadah haji atau umrah, yang dianggap sebagai perjalanan spiritual puncak bagi umat Islam. Tradisi ini biasanya melibatkan keluarga, kerabat, tetangga, dan masyarakat sekitar untuk berkumpul, berdoa bersama, dan saling bermaafan.
Acara ini juga menjadi sarana mempererat silaturahmi, memohon doa restu, serta meminta maaf atas kesalahan sebelum berangkat ke Makkah.
Menurut Ensiklopedia Fikih Haji dan Umrah karya Agus Arifin, istilah walimatussafar merupakan tradisi yang mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1970-an, terutama di kalangan masyarakat urban seperti Jakarta. Meski tidak termasuk dalam rukun atau syarat sah haji, tradisi ini dianggap memiliki nilai positif karena mengandung unsur kebersamaan, doa, dan syukur.
Hukum Walimatussafar dalam Islam
Banyak ulama, seperti Buya Yahya, menyatakan bahwa walimatussafar adalah tradisi yang diperbolehkan (mubah) selama tidak mengandung unsur berlebihan (israf), riya, atau dianggap wajib. Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menyebutkan bahwa mengadakan jamuan untuk menyambut atau melepas musafir, termasuk jemaah haji, adalah perbuatan terpuji (sunnah).
Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah SAW: “Umat Muslim yang berkumpul di suatu majelis membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan mengadakan majelis ilmu, Allah akan menurunkan rahmat kepada mereka.”
Namun, penting untuk menjaga niat agar acara ini tidak menjadi ajang pamer atau membebani jemaah. Tradisi ini tidak ditemukan dalam literatur Islam klasik sebagai bagian dari manasik haji, sehingga tidak wajib dilakukan.
Susunan Acara Walimatussafar
Acara Walimatussafar biasanya diadakan beberapa hari sebelum keberangkatan atau setelah kepulangan dari Tanah Suci. Berikut adalah susunan acara umum yang sering dilakukan:
- Pembukaan: Sambutan dari tuan rumah atau perwakilan keluarga jemaah haji.
- Pembacaan Al-Qur’an: Biasanya surat Yasin atau ayat-ayat suci lainnya.
- Sholawat dan Doa: Membaca sholawat Nabi dan doa untuk keselamatan serta kelancaran ibadah.
- Tausiyah: Ceramah singkat tentang ibadah haji atau umrah oleh ustadz atau tokoh agama.
- Saling Bermaafan: Jemaah memohon maaf kepada tamu undangan atas kesalahan yang pernah dilakukan.
- Jamuan Makan: Menyediakan hidangan sederhana sebagai wujud syukur dan kebersamaan.
Contoh doa walimatussafar:
Zawwadakallāhut taqwā, wa ghafara dzanbaka, wa yassara lakal khaira haitsumā kunta.
Artinya: “Semoga Allah membekalimu dengan takwa, mengampuni dosamu, dan memudahkanmu dalam jalan kebaikan di mana pun kau berada.”
Sejarah Walimatussafar di Indonesia
Walimatussafar telah menjadi tradisi yang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, ketika perjalanan haji merupakan tantangan besar.
Menurut Martin van Bruinessen dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, dulu jemaah haji harus menempuh perjalanan laut yang panjang dan penuh risiko, sehingga walimatussafar diadakan untuk memohon keselamatan dan sebagai bentuk penghormatan kepada jemaah.
Tradisi ini berkembang di berbagai daerah, seperti Kudus, Jawa Tengah, dan menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia.
Kesimpulan
Walimatussafar adalah tradisi syukuran yang kaya makna, menggabungkan nilai spiritual, sosial, dan budaya dalam perjalanan ibadah haji atau umrah. Meski bukan kewajiban, tradisi ini menjadi momen berharga untuk memperkuat keimanan, silaturahmi, dan saling mendoakan.
Dengan niat tulus dan pelaksanaan yang sederhana, walimatussafar dapat menjadi ladang pahala dan mendukung kelancaran ibadah jemaah.








