Melafalkan niat umrah secara lisan adalah topik yang sering menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Beberapa ulama berpendapat bahwa melafalkan niat adalah sunnah, sementara yang lain menganggapnya sebagai bid’ah.
Niat adalah tekad dalam hati untuk melakukan suatu ibadah dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Secara umum, tempat niat adalah di hati, dan tidak diwajibkan untuk melafalkannya secara lisan. Hal ini berlaku untuk berbagai ibadah seperti shalat, puasa, dan zakat. Namun, dalam konteks haji dan umrah, terdapat perbedaan pendapat mengenai pelafalan niat.
Pendapat yang Mendukung Pelafalan Niat
Sebagian ulama berpendapat bahwa melafalkan niat saat memulai ibadah haji atau umrah adalah sunnah. Mereka mendasarkan pendapat ini pada praktik Nabi Muhammad SAW yang melafalkan niat ketika memulai ibadah haji dan umrah.
Sebagai contoh, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi SAW bertalbiyah dengan mengucapkan, “Labbaik Allahumma ‘umratan wa hajjan” yang berarti “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk umrah dan haji.” Ini menunjukkan bahwa beliau melafalkan niat secara lisan.
Selain itu, melafalkan niat juga dianggap membantu jamaah untuk lebih fokus dan khusyuk dalam menjalankan ibadah. Dengan melafalkan niat, seseorang dapat menegaskan tekadnya dan menghindari keraguan dalam hati.
Oleh karena itu, melafalkan niat dianggap memiliki manfaat dalam meningkatkan kualitas ibadah.
Pendapat yang Menolak Pelafalan Niat
Di sisi lain, ada ulama yang berpendapat bahwa melafalkan niat secara lisan tidak disyariatkan dan bahkan dianggap sebagai bid’ah. Mereka berargumen bahwa tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi SAW atau para sahabatnya melafalkan niat sebelum melakukan ibadah, termasuk haji dan umrah.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyatakan bahwa niat tempatnya di hati, dan melafalkannya adalah bid’ah. Beliau menegaskan bahwa tidak terdapat dalil dari Nabi SAW dan para sahabatnya bahwa mereka melafalkan niat sebelum ibadah apapun.
Pendapat ini menekankan bahwa yang terpenting adalah niat dalam hati, karena Allah mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati hamba-Nya. Melafalkan niat dianggap tidak diperlukan dan tidak memiliki dasar dalam syariat.
Oleh karena itu, mereka menyarankan untuk tidak melafalkan niat secara lisan dan cukup meniatkannya dalam hati.
Perbedaan pendapat mengenai hukum melafalkan niat umrah secara lisan menunjukkan bahwa masalah ini bersifat ijtihadiyah, yaitu terbuka untuk interpretasi berdasarkan dalil-dalil yang ada. Bagi mereka yang memilih untuk melafalkan niat, hal ini dapat membantu meningkatkan kekhusyukan dan fokus dalam ibadah.
Namun, bagi yang memilih untuk tidak melafalkannya, niat dalam hati sudah mencukupi. Yang terpenting adalah memastikan bahwa niat tersebut tulus dan ikhlas karena Allah semata.
Dalam menjalankan ibadah, setiap muslim sebaiknya mengikuti pemahaman yang diyakini kebenarannya dan sesuai dengan tuntunan syariat. Jika masih ragu, disarankan untuk berkonsultasi dengan ulama atau ahli fiqih yang terpercaya untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut.








