Mabit di Mina: Makna dan Tata Cara dalam Ibadah Haji

Mabit di Mina merupakan salah satu rangkaian penting dalam ibadah haji yang wajib dipahami oleh setiap jemaah.

Bagi umat Islam, ibadah haji adalah momen sakral yang penuh makna, dan mabit di Mina menjadi salah satu bagian yang memperkaya pengalaman spiritual ini.

Apa sebenarnya mabit di Mina, mengapa ini penting, dan bagaimana cara melaksanakannya? Yuk, kita bahas secara sederhana dan jelas!

Apa Itu Mabit di Mina?

Secara bahasa, “mabit” berarti bermalam atau menginap. Dalam konteks ibadah haji, mabit di Mina adalah kegiatan bermalam di kawasan Mina, sebuah lembah di dekat Makkah, Arab Saudi, pada hari-hari tertentu selama pelaksanaan haji.

Hari-hari ini dikenal sebagai hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan bagi sebagian jemaah hingga 13 Dzulhijjah. Mabit di Mina dilakukan setelah jemaah menyelesaikan wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah.

Mina sendiri sering disebut sebagai “Kota Tenda” karena ribuan tenda disediakan untuk menampung jutaan jemaah haji. Lokasinya sekitar 5 kilometer dari Makkah, dan di sini jemaah melakukan beberapa ritual penting, termasuk melempar jumrah dan mabit.

Hukum Mabit di Mina

Para ulama memiliki pandangan berbeda tentang hukum mabit di Mina. Mayoritas ulama, seperti Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal, menyatakan bahwa mabit di Mina hukumnya wajib. Jika seorang jemaah sengaja meninggalkan mabit tanpa alasan syar’i (seperti sakit atau mengurus orang sakit), maka ia wajib membayar denda (dam).

Denda ini bervariasi tergantung berapa malam yang ditinggalkan:

  • Tidak mabit satu malam: Membayar satu mud (sekitar 0,6 liter makanan pokok).
  • Tidak mabit dua malam: Membayar dua mud.
  • Tidak mabit tiga malam: Wajib menyembelih seekor kambing.
Baca Juga:  Umrah Backpacker: Cek Kelebihan hingga Estimasi Biayanya

Namun, ada juga pendapat dari Imam Abu Hanifah dan sebagian pendapat Imam Syafi’i (qaul jadid) yang menyebutkan bahwa mabit di Mina bersifat sunnah, sehingga tidak ada denda jika ditinggalkan. Meski begitu, untuk memastikan ibadah haji yang sempurna, mayoritas jemaah dianjurkan untuk melaksanakan mabit ini.

Bagi jemaah yang memiliki uzur syar’i, seperti sakit, merawat orang sakit, atau tidak mendapatkan tempat di Mina karena keterbatasan ruang, mereka diperbolehkan tidak mabit tanpa dikenakan denda.

Selain itu, perluasan area Mina (disebut Mina Jadid) juga dianggap sah sebagai tempat mabit berdasarkan fatwa ulama, termasuk dari Kementerian Agama Indonesia dan mufti Arab Saudi seperti Syaikh Bin Baz.

Kapan dan Bagaimana Mabit di Mina Dilakukan?

Mabit di Mina dilakukan dalam dua fase utama:

  1. Sebelum Wukuf di Arafah (Hari Tarwiyah)
    Pada tanggal 8 Dzulhijjah, jemaah haji dianjurkan (sunnah) untuk pergi ke Mina setelah matahari terbit. Di sini, mereka melaksanakan salat Zuhur, Asar, Maghrib, Isya, dan Subuh dengan cara qashar (memendekkan salat empat rakaat menjadi dua rakaat). Setelah salat Subuh pada 9 Dzulhijjah, jemaah bergerak menuju Arafah untuk wukuf. Mabit pada hari ini bersifat sunnah dan tidak memengaruhi keabsahan haji.

  2. Setelah Wukuf di Arafah (Hari Tasyrik)
    Setelah menyelesaikan wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah, jemaah kembali ke Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah untuk melempar Jumrah Aqabah. Kemudian, mereka bermalam di Mina pada malam tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah (untuk Nafar Awal) atau hingga 13 Dzulhijjah (untuk Nafar Tsani). Mabit pada hari-hari Tasyrik ini dianggap wajib oleh mayoritas ulama.

Waktu mabit di Mina dimulai dari terbenamnya matahari (Maghrib) hingga terbitnya fajar. Namun, untuk dianggap sah, jemaah cukup berada di Mina selama sebagian besar malam (lebih dari setengah malam).

Baca Juga:  Prosedur Pelaksanaan Haji dan Umrah di Indonesia

Selama mabit, jemaah disarankan untuk memperbanyak zikir, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan beristirahat untuk mempersiapkan diri menghadapi ritual melempar jumrah keesokan harinya.

Amalan Selama Mabit di Mina

Selain bermalam, ada beberapa amalan yang dianjurkan selama mabit di Mina untuk memperkaya nilai ibadah:

  • Melaksanakan Salat Wajib: Salat lima waktu dilakukan dengan cara qashar untuk salat Zuhur, Asar, dan Isya. Salat sunnah rawatib tidak dianjurkan, kecuali sunnah qabliyah Subuh.
  • Memperbanyak Zikir dan Doa: Jemaah dianjurkan untuk banyak berdzikir, mengingat Allah, dan berdoa, sebagaimana firman Allah dalam Al-Baqarah ayat 203: “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.”
  • Membaca Al-Qur’an: Mengisi waktu dengan membaca Al-Qur’an dapat meningkatkan kekhusyukan ibadah.
  • Istirahat yang Cukup: Mabit juga bertujuan memberikan waktu istirahat agar jemaah memiliki tenaga untuk ritual berikutnya, seperti melempar jumrah.

Makna dan Hikmah Mabit di Mina

Mabit di Mina bukan sekadar bermalam, tetapi mengandung makna spiritual yang mendalam. Berikut beberapa hikmahnya:

  1. Mengingat Allah: Hari-hari Tasyrik adalah waktu untuk memperbanyak zikir dan doa, menguatkan hubungan spiritual dengan Allah.
  2. Meneladani Rasulullah: Rasulullah SAW melaksanakan mabit di Mina selama haji, sehingga mengikuti sunnahnya adalah bentuk ketaatan.
  3. Kesederhanaan dan Kesabaran: Menginap di tenda-tenda sederhana di Mina mengajarkan jemaah untuk hidup sederhana, bersabar, dan bersyukur atas nikmat Allah.
  4. Persiapan Fisik dan Mental: Mabit memberikan waktu istirahat setelah perjalanan panjang dari Arafah dan Muzdalifah, sekaligus mempersiapkan jemaah untuk melempar jumrah.

Nafar Awal dan Nafar Tsani

Ada dua pilihan waktu untuk meninggalkan Mina setelah mabit:

  • Nafar Awal: Jemaah meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah sebelum matahari terbenam setelah melempar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah. Ini cocok untuk jemaah yang ingin menyelesaikan haji lebih cepat.
  • Nafar Tsani: Jemaah tinggal lebih lama hingga tanggal 13 Dzulhijjah, melakukan mabit dan melempar jumrah pada hari ketiga Tasyrik. Ini dianggap lebih sempurna oleh sebagian ulama.
Baca Juga:  Keutamaan Umrah di Bulan Ramadhan dan Pahalanya

Kesimpulan

Mabit di Mina adalah bagian penting dari ibadah haji yang mengandung makna spiritual dan keutamaan besar. Dengan memahami hukum, tata cara, dan amalan yang dianjurkan, jemaah dapat melaksanakan mabit dengan penuh kesadaran dan kekhusyukan.

Meski ada perbedaan pendapat tentang hukumnya, melaksanakan mabit di Mina sesuai sunnah Rasulullah akan mendekatkan kita pada haji yang mabrur. Semoga setiap langkah di Tanah Suci menjadi ladang pahala dan pengampunan.